31.1.07

DIA YANG RINDU



#1
denting gitarmu terasa angkuh malam ini
kaku; lalu nada-nadanya melenting jauh ke pucuk sunyi
meninggalkan sumbang lagumu
yang kosong tiba-tiba; tak ada suara
hanya desahmu sekali-kali, menggumam lirih
"Ah, kemana pergimu mencampakkan rinduku?"

#2
kau datang lalu melambaikan tangan
tapi senyumnya hilang ditelan kebisingan
riuh resah rindu tak terjamah
menjadi kelabu, mendung dan hujan mencurah
dari sudut matamu yang basah

katamu memang pernah
suatu kali pelukannya melekat pada bidang dadamu
melantunkan tembang cinta nan indah
seperti apa?
"Ah, apakah aku musti melukiskannya dengan kata-kata?"

#3
"Dia pasti kembali untukku", kilahmu
apa mungkin?
sedang jejaknya pun tak ada
apalagi kata pamit sembari menyentuh ujung jarimu
meyakinkanmu
:meski hanya sekedar hiburan yang tak lucu

ada apa?
apakah kerling matanya sudah menjadi ruh dalam tubuhmu
hingga kau tak mampu menceraikannya?
sudahlah, hentikan menghibur dirimu sendiri
"Ah, aku yakin dia kan datang kembali lagi"

#4
rindumu makin usang kini
tercampak pada sudut ruang tempatmu onani puisi
berbaris kata setiap hari kau tumpahkan untuknya
ya, meski hanya bayangan yang sempat kau cumbu

"Aku bahagia dengan keadaan ini...", katamu nyaris tak terdengar
kau menghibur siapa?
dirimu sendiri, teman dekatmu, langit kamarmu atau bintang diujung harapanmu?
sedang matamu makin hari makin cekung
menciptakan lingkaran hitam dan menutupi pijarnya yang dulu indah

rindumu tak berbentuk lagi
birahimu hanya membentur kertas-kertas bisu
sedang penamu sudah tumpul setahun yang lalu

#5
seperti kemarin;
hari ini pun sama
senyap
resah
penat
gelap
pucat
luka

dan diujung tempat tidur
tubuhmu meringkuk;
menggigil pada temperatur janggal yang kau ciptakan sendiri
entah sampai kapan

#6
kau yang rindu... itu aku!

[Semarang, 30 Januari 2007]

[Song//Evanescene:myImmortal]
[Image//penamerah]

26.1.07

Kembali



seputih cintaku ini
kini hanya milik-Mu, Tuhan
setelah betapa lelahnya aku
menyabungnya dari hati ke hati
tanpa ada yang pernah bisa
.....menyamai cinta-Mu

___________________
Song [Heaven - Bryan Adams]
Image [www.geocities.com/acr41st]

22.1.07

Kebimbangan



#1
resahku sebenarnya,
adalah kekalutan hati
saat saksikanmu berserak dengan tangis
hingar bingar perasaan
jadi mencekam
dipenggal getir rasa
bimbang tak bisa disela
apakah ada keyakinan
pada hadirku
sedangkan ada luka menganga
disekujur tubuh dan jiwaku
#2
legam,
nurani mendadak kelam
kaku,
bercampur air mata beku
tergores sepi yang diam
menelusuri sayu wajah malam
lalu turun ke bukit-bukit
yang dipenuhi batu nisan

#3
selepasku tanyakan kebimbangan,
ada yang terjawab
meski hanya separuh kata
tak bisa dimakna
ragumu perih
seperti raguku
hatimu sakit
seperti hatiku
tapi kita tinggal menunggu takdir
dijemput kematian

#4
cinta pernah berkata,
“sudah aku anugerahkan sesuatu yang indah
agar kalian hidup dalam kehidupan”

kini cinta berkata,
“terpaksa aku alirkan darah
karena kalian tak searah”

;lalu kita menagis tanpa air mata

#5
dan,
ketika rindu ini usang
aku tuliskan kata dilipatan hati
:ragu!!

#6
waktu kusadar dari laraku
kau tlah jauh berlari
meninggalkanku
dalam sendiri
____________________
Song [ Once - Dealova]
Image [Penamerah]

Lelaku Urip lan Mati



lirih kidung asmaradana iki pertandha trapsilaning gati
reruntutaning pangayubagya marang panganti-anti
manah sing tansah bebungah
puspa sing tansah angrumbaka
sajroning pahit getir rerasa pangupajiwa
lelikuning urip lan reroncening carita mayapada

iki lho uripmu...
wiwit purwa nalika sliramu ambuka guwa garba
ngancik madya nalika sliramu gumlethak ing alam donya
kapungkas wasana nalika sliramu bali marang sing kuwasa

aja gumedhe. aja dumeh
anganggep werna-wernaning uripmu amung remeh
lan sanalika polahing jalma tansah nyleneh

lirih kidung asmaradana iki minangka panyandra
marang lelaku uripmu
eling lan tansah waspada iku sing paling utama
ojo lali, sesuk sliramu bakal bali marang Pangeran-Mu


Semarang, 22 Januari 2006

19.1.07

Pertarungan

aku, Sri Rama...
yang kini tak hidup di bekunya dunia wayang
berdiri diatas gedebog pisang ditemani sesama jasad kulit hewan
tepekur terkantuk-kantuk memaknai lengkingan pesinden
diiringi gending bertalu-talu memecah keheningan malam

kini aku hidup sebenarnya didunia nyata
tak melulu putih seperti bentangan kain semalam suntuk itu
ada merah darah, ada hijau dedaunan, ada kuning emas diufuk senja

hanya saja kisah hidupku masih sama
berjuang setitik mati mengejar Dewi Sinta yang diculik Rahwana
sendiri - tak ada Hanoman digaris depan

telah kulalui pertarungan yang panjang
bergelut menerjang Rahwana sampai titik darah penghabisan
memporak-porandakan Ngalengkadiraja yang megah
melempar panah - membabat setajam pedang
lalu - aku tersungkur jatuh berimbah darah
terkapar mendekap dada penuh syair cinta kepada Dewi Sinta

aku kalah...
aku tak sanggup membawamu kembali, Dewi Sinta
biarlah jika aku harus mati disini - diinjak-unjak Rahwana
asal kau tahu aku adalah seorang ksatria
dan cinta dalam dada ini tak akan pernah mati
meskipun darahku habis menumpah ke bumi

Semarang, 19 Januari 2007

Kepada : Ade [my beloved]
- akankah aku mati dan membiarkanmu dibawa Rahwana??

18.1.07

Aku Sebenarnya Ingin Menunggu


sehebat apakah dirimu, sayang
nyaris menggeleparkanku dilancip ujung netramu
tercambuk beribu-ribu kalipun
ruh kecil ini tak sempat mengacuhkanmu
apalagi menguburmu dilautan mandalika yang bergolak

sekuat apakah dirimu, sayang
tanganku tak mampu berontak lepaskan cengkeramanmu
jiwaku tersalib pada tonggak-tonggak cahayamu
yang hampir berkali-kali membunuhku
menelanjangiku bahkan menyeretku ke perbukitan sepi

sungguh,
sebenarnya aku ingin berlari jauh, jauh sekali
ke dimensi lain yang tak bisa memantulkan bias bayangmu
tapi kenapa kaki ini kelu
berlari ditempat menekuri bayang-bayang hitammu

doa-doa malamkupun seakan mengabur bersama angin
ya, aku hanya meminta kepastian
entah menyakitkan atau menyenangkan
entah kebersamaan atau kehilangan
entah senyuman atau duka lara

tapi lihat...
wajahmu tak ada ekspresi, bibirmu pucat
dan kau biarkan aku berdiri terkatung diperbatasan
menunggu apa?

akupun tak tahu....

15 Jan 2006 - apakah aku telah dikalahkan cinta???

17.1.07

Pacarku Super Sibuk (Sama Pacar Barunya)

Ting Tung Ting Teww!!
Kuhentikan tanganku memutar-mutar bulatan mouse. Kuraih hapeku yang tergeletak pasrah didekat tumpukan kertas kerjaku. Ada pesan masuk (bunyinya aneh ya, hihihi. Susah mo nulis bunyinya). Dea. Aku melihat sekilas pesan yang dikirimkannya – Sayang, aku mnta maaf, siang nnti gak jd lunch bareng. Aku ada meeting dengan customer. Bsk ya psti aku usahain. Cup ah - . Aku letakkan hapeku. Huh biasa, pembatalan sepihak. Kadang susah juga ya punya pacar sibuk. Saat kita mo ketemu, dia gak bisa. Gantian dia bisa, kita yang gak bisa. Kemarin memang aku dah janjian sama Dea, siang nanti mo makan bareng, tapi kalo dah begini ya terpaksa makan sendirian (gak papalah itung itung pengiritan, Hehehe)[pengiritan apa pelit Mas?].

“Lom berangkat kerja Van?” Suara Abim, tetangga kamar kos, mengagetkanku. Aku menoleh. Kulihat dia dah rapi mau berangkat kerja.
“Belum. Nih masih nyelesein kerjaan. Hari ini mesti diproof ke klien so harus rampung segera.”
“Aku duluan ya.”
“Yup.”

Aku melirik jam di dinding. Jam delapan lima belas menit. Bussyet! Cepet bener nih waktu berjalan. Jam sepuluh layout majalah ni kudu kelar, kalo gak aku bisa pingsan kena semprot Pak Budi, si pemred yang galaknya minta maaf itu. Tanpa mempedulikan yang lain segera ku konsentrasikan mataku, pikiranku dan hatiku pada layar monitor didepanku. Aku kencengin suara musik, teman setiaku bekerja. Persetan sama ibu kos yang kebisingan.

Ting Tung Ting Teww!! (Masih susah nulis bunyinya nih…)
Siapa lagi nih, ganggu orang kerja aja. Ahh, Dea lagi, ngapain lagi tuh anak. – Yang, besok lusa kan kamu ulang tahun, kamu mo minta hadiah apa? – Aku tekan reply lalu kutulis pesan singkat padat berisi, - Tersrh kamu aja, yang penting bukan bom – Gini nih susahnya punya cewek yang sibuk tapi sangat perhatian. Memang sih kadang Dea tuh bawelnya minta ampun, apalagi kalo dah datang ke kos dan melihat betapa berantakan kamarku, ocehannya gak berhenti seharian. Tapi perhatiannya itu lho, belum ada yang ngalahin. Satu tahun aku sudah menjalin hubungan sama Dea, dan selama itu pula aku merasa enjoy dan lebih bersemangat menjalani hidup ini. Wuihh! Meskipun ada satu hal yang kadang bikin jengkel. Saat dia lagi sibuk kerja, sebagai seorang manajer sebuah klinik kecantikan (wuih sudah pasti orangnya cantik nih?! So pasti), aku akan dibiarin meraung-raung sendiri. Paling banter kirim sms. Tapi toh itu buat masa depan kita berdua juga. Ya gak coy?! Alahh ngelantur, mo kerja lagi nih, jangan mancing-mancing pembicaraan.

Akhirnya jam setengah sepuluh kerjaan selesai juga. Aku sambar handuk dan melesat ke kamar mandi. Lima menit kemudian (gak perlu lama-lama yang penting kan sudah berstatus mandi. Hehehe) aku keluar dari kamar mandi. Ganti baju, gak lupa nyemprot minyak wangi, kemudian aku sambar tas, sejurus kemudian aku tancap gas meluncur ke kantornya pak Budi sebelum hapeku bunyi terus menerus.

Jam setengah dua belas aku keluar dari kantornya Pak Budi. Aku inget ada yang mau aku beli hari ini. Tinta printerku habis, so aku musti refill hari ini, kalo gak nanti sore gak bisa ngeprint tugasku yang udah numpuk dirumah. Aku meluncur menuju Matahari Simpang Lima, tepatnya di computer center. Tepat jam dua belas aku sampai di Matahari. Wah, pas jam makan siang nih, pantesan nih perut udah pada ngejazz. Kupercepat langkahku menuju foodcourt. Kerja boleh kerja, tapi makan paling utama. Suasana di food court rame bener, pas jam makan siang sih. Mo makan apa ya? Aku mengitari counter mencari makanan yang sesuai selera. Sekonyong-konyong mataku terbelalak ketika aku melintas didepan Ayam Bakar Pak Dul. Refleks aku tersurut mundur agar lebih tersembunyi. Dengan mata kepalaku ini, di meja nomor sembilan, aku melihat Dea sedang duduk disana bersama seorang pria. Kelihatnnya mesra banget. Hah!!! Gak salah tuh?! Aku kucek mataku. Itu kan Abim, temen kosku. Ya bener, itu Abim. Ngapain dia disana bersama Dea? Wah ada yang gak beres nih. Aku konsentrasikan pandanganku kearah mereka. Gila, pake suap-suapan segala. Jadi selama ini ada musuh dalam selimut rupanya.

Aku rogoh hapeku, lalu aku pencet nomornya Dea. Aku melihat dia mengambil hape ditasnya.
“Halo sayang.” Terdengar suara Dea diseberang.
“Dik kamu dimana?” Tanyaku pura-pura gak tahu. Aku mau tahu dia jujur gak.
“Kan aku dah bilang, siang ini aku ketemu klien, jadi aku gak bisa nemenin kamu makan. Kamu dan makan belum? Makan dulu gih tar sakit loh.” Dea masih sok perhatian juga nih. Gila!
“Udah kok tenang aja. Kamu sendiri?”
“Ya, tar lagi juga makan kok. Dah ya, aku lagi sibuk nih.”
“Oke. Dahh.”
Busyet nih, aku dikadalin sama orang-orang yang aku percaya selama ini. Abim yang sudah aku anggap saudara sendiri ternyata tega menusuk dari belakang. Aku harus membuat perhitungan. Aku gak mau dipermainkan seperti ini.

Dengan berjingkat aku mendekati tempat mereka berdua duduk. Tanpa mereka sadari aku sudah berdiri didekat meja mereka.
“Ehm ehm.” Aku berdehem memancing perhatian mereka.
Dan benar mereka berdua melihat kearahku. Gak usah ditanya lagi apa yang terjadi. Mulut mereka ternganga. Mungkin tak menyangka aku akan berada disitu.
“Ehm, jadi ini customer kamu. Ya hebat, hebat banget.”
“Yang, aku… aku….” Dea tergagap gagap tak bisa bicara.
“Udah gak usah bicara apa-apa. Yang aku lihat ini sudah lebih dari penjelasan kamu kok.”
“Dengerin dulu Van, ini tak seperti yang kamu lihat, aku bisa jelasin semuaya…” Abim berusaha ngasih penjelasan lagi. Dasar gak tahu diri.
“Abim. Kamu diem aja. Aku gak mau denger suara kamu yang sok manis itu. Kamu gak mau kan merasakan ini…” Aku perlihatkan kepalan tanganku ke muka Abim.
“Yang… beri kesempatan aku ngejelasin.”
“Sudahlah. Kalian terusin aja bersenang-senang. Aku gak akan ganggu kok.”

Aku berlalu dari hadapan mereka. Tapi tidak lupa meninggalkan kenangan buat mereka. Aku tumpahin es jeruk ke muka Dea dan jus tomat ke muka Abim. Huh!! Dah ah gak jadi makan, aku mending pulang aja. Nangis. Hik hik hik.


Ya, kejadian itu sih sudah terjadi setahun yang lalu, tapi kadang aku sering teringat kembali. Jengkel, marah, benci bercampur jadi satu. Ternyata orang kita anggap baik dan kita percaya, tak selamanya menyenangkan buat kita. Ati-ati aja deh.

Semarang, 17 Januari 2007

Kekarepan

#1
Nalika wektu nambut talining asma
agawe cemloroting pasuryan kang tansah ngujiwat
ngancani lengsering bagaskara lan mekaring rembulan
saben dina, wis cumawis nyawiji ing satengahing ati
#2
Wektu sing tansah jumangkah
nggawa sasuwir pangudarasa
werna jambon sing kasawang endah
apa iki to sing diarani tresna???
#3
saiki wis tekan ing satengahing gerbang
kekancan sing rumaket raket lan anget
angrumbaka mekar jembar anyipta tembang
lingsir wengi tansah sinandhing mupus nyenyet
#4
ati kang ngabekti
sesanti marang patraping aji
ananging obahing lindhu agawe gelaning pamuji
ngusung sepi nggendhong bencahing janji
#5
tresna iki wis nyawiji
sepira gedhe goncanging bumi
nora bisa mecah-mecah kuwasa ati
nganti satekaning pati
#6
pungkasaning carita
amung marang Gusti tansah angucap donga
muga ing sawijining dina
ati karep lan madhep iki kalimpah restu sing kuwasa

Semarang, 19 Desember 2006

9.1.07

Sepanjang Jalan

Keletihanmu adalah kenyataan yang wajar — seperti letihku menemukan jatidiri. Mimpimu takkan hilang hanya karena gempa kecil dipelataran hatimu. Ombak tak sekuat keyakinan — senja tak selembut kejujuran. Lelapkan letihmu dengan hasrat dan kepercayaan — bahwa langit tak selamanya mendung — bahwa mendung tak musti berakhir dengan hujan. Kadang ada kenyataan yang lebih baik dari yang diharapkan — tapi adakalanya kenyataan pahitlah yang musti kita rasakan.

Sepiku adalah milikmu. Hening ini adalah meditasi. Tak ada angin yang diam — tak ada gading yang tak retak — tak ada manusia yang sempurna. Seperti aku, kaupun pasti punya dosa. Nafas tak mengalir adalah mati — ruang tanpa udara adalah hampa — tapi masa depan masihlah punya harapan yang musti kita perjuangkan.

Kita — aku dan kamu juga mereka — hanyalah segelintir nasib — yang ditaksirkan untuk menjalani hidup dalam kehidupan. Apakah kita musti meratap, menangis, menjerit, menyayat — sementara tak satupun peluh pernah menetes dari pori-pori kulit. Air mata hanya akan kering tanpa menyisakan cerita — hati hanya akan beku dengan meninggalkan rindu — rindu pada waktu yang begitu cepat melaju. Namun tak usah pula meratapi masa silam — biarkan saja dia menjadi kenangan waktu nanti.

:Dibawah sinar rembulan — diteras rumah ada dendang lagu cinta — merdu — melebur dalam warna syahdu. Jadilah dia menjadi selembar kenangan. Kenangan pahit bukanlah hal yang musti dilupakan. Kenangan adalah kenangan — kenangan adalah ingatan — kenangan adalah pengalaman — kenangan adalah masa silam — kenangan adalah kisah.

Ketika resah dan sedihmu datang, air matamu suci untuk kamu tumpahkan namun kau tak mesti harus memenjarakan hati. Katakan pada alam, pepohonan, embun, dedaunan dan bebatuan tentang sedih di hatimu. Aku ingin memberi nyala disini — seperti fajar sunyi yang membawa mentari beranjak makin tinggi.

Kekasih, sahabat, teman dan saudaraku — kita adalah air sungai yang mengalir — dari hilir ke hulu — dari hulu ke muara — dari muara ke lautan luas. Entah dengan apalagi aku musti mengartikannya — dunia yang hiruk pikuk tak lagi bisa memberi arti pada sebuah kata-kata. Kaupun mungkin bosan dengan kata-kata. Karena kebohongan dan kejujuran bisa berasal dari kata-kata — karena sakit dan luka bisa meradang oleh kata-kata. Tetapi kata-kata pun bisa pula lebih dari sekedar tarian lidah disela rahang. Dunia bisa damai bisa karena kata-kata, hati bisa tenteram karena kata-kata — mantra adalah kata-kata — doa adalah kata-kata.

Apakah aku terlalu puitis, Sayang? Sehingga hening disini membeku bagai gunung es di laut Antartika. Rembulan diam, enggan beranjak dari peraduan. Angin malam hanya membisu dibalik rimbun dedauan.

Ah, aku ingin menatapmu sekarang. Mencari perca-perca rahasia yang masih terkubur dikelopak matamu. Ada setetes air bening menggenang di sudutnya. Aku ingin lebih dekat denganmu — merasai rasamu. Jangan kau kucilkan niatku yang merangkak di sepanjang lembah dan padang luas dihatimu.

Aku mungkin terlalu sedih untuk menangis — aku mungkin terlalu gembira untuk tertawa. Aku hanya ingin diam disini saja — di tepi hatimu yang rimbun. Agar aku bisa melangkah disetiap jejakan langahmu — agar aku bisa bernafas disetiap denyut jantungmu. Laguku hanya sunyi — petikan gitar terasa sumbang karena putus dua senarnya.

Aku tak ingin lagi mereka-reka hari dengan mimpi dan ilusi. Membanggakan angan yang terkadang kosong saat kenyataan membukanya. Gapailah jemariku — aku ingin hangat ini menyatu dari hati ke hati. Jangan lepaskan — kecuali memang tak ada lagi tempat untuk bersemayam.

Kekasih, sahabat, teman dan saudaraku — apakah akhir dari kisah ini?? Hanyalah sebuah bualan mungkin — jika kau tak mampu sedikitpun mencerna — memberi makna — apalagi ikut terhanyut dalam nuansa sepi yang telah kuciptakan lewat puisi.

Terakhir kudengar kini — cinta berucap cinta — cinta menyapa cinta — cinta bersatu dengan cinta. Ah, apalagi ini??! Apakah kau bingung mencerna?? Aku sendiripun tak bisa mengartikannya….

:Suatu malam yang dingin…..