Mengapa kita takut untuk mentaati Allah dengan membangun rumah tangga yang kokoh? Bila kita beralasan ada resiko yang harus dipikul setelah menikah, bukankah perzinaan juga punya segudang resiko? Bahkan resikonya lebih besar. Bukankankah melajang ada juga resikonya?Memang melajang bisa juga menjadi dilema. Padahal aku semakin beranjang menua. Melihat orang lain yang sudah melaksanakannya, duh kadang pengin segera dan menyingkirkan semua pikiran buruk tentang kehidupan setelah menikah.
Hidup, bagaimanapun adalah sebuah resiko. Mati pun resiko. Yang tidak ada resikonya adalah bahwa kita tidak dilahirkan ke dunia. Tetapi kalau kita berpikir bagaimana lari dari resiko, itu pemecahan yang mustahil. Allah tidak pernah mengajarkan kita agar mencari pemecahan yang mustahil. Bila ternyata segala sesuatu ada resikonya, maksiat maupun taat, mengapa kita tidak segera melangkah kepada sikap yang resikonya lebih baik? Sudah barang tentu bahwa resiko pernikahan lebih baik daripada resiko pergaulan bebas (baca: zina). Karenanya Allah mengajarkan pernikahan dan menolak perzinaan.Ya Allah berikanlah kekuatan untukku melangkah melaksanakan amanah-Mu. Tapi yang penting tunjukkanlah jodohku. Hehehe... Jomblo kadang enak tapi banyak gak enaknya juga. *Berdoa mode on* Ya Allah kirimlah aku kekasih yang baik hati yang mencintai aku apa adanya... [The Rock bangetzzz!]
Banyak alasan padahal ia mampu untuk menikah. Ternyata semua alasan itu tidak berpijak pada fondasi yang kuat, ada yang beralasan untuk mengumpulkan bekal terlebih dahulu, ada yang beralasan untuk mencari ilmu dulu, dan lain sebagainya.Duh aku gak punya alasan lain kecuali memang jodohnya belum ada atau belum datang ya....
Beberapa hal yang mungkin bisa menguatkan niatku untuk segera menikah...
Menikah itu Fitrah
Allah Taala menegakkan sunnah-Nya di alam ini atas dasar berpasang-pasangan. Wa min kulli syai’in khalaqnaa zaujain, “dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan” (Adz-Dzariyaat: 49). Ada siang ada malam, ada laki ada perempuan. Masing-masing memerankan fungsinya sesuai dengan tujuan utama yang telah Allah rencanakan. Tidak ada dari sunnah tersebut yang Allah ubah, kapanpun dan di manapun berada. Walan tajida lisunnatillah tabdilla, ” dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah” (Al-Ahzab: 62). Walan tajida lisunnatillah tahwiila, “dan kamu tidak akan mendapati perubahan bagi ketetapan kami itu.” (Al-Isra: 77)
Dengan melanggar sunnah itu berarti kita telah meletakkan diri pada posisi bahaya. Karena tidak mungkin Allah meletakkan sebuah sunnah tanpa ada kesatuan dan keterkaitan dengan sIstem lainnya yang bekerja secara sempurna secara universal.
Manusia dengan kecanggihan ilmu dan peradabannya yang dicapai, tidak akan pernah mampu menggantikan sunnah ini dengan cara lain yang dikarang otaknya sendiri. Mengapa? Sebab, Allah swt. telah membekali masing-masing manusia dengan fitrah yang sejalan dengan sunnah tersebut. Melanggar sunnah artinya menentang fitrahnya sendiri.
Bila sikap menentang fitrah ini terus-menerus dilakukan, maka yang akan menanggung resikonya adalah manusia itu sendiri. Secara kasat mata, di antara yang paling tampak dari rahasia sunnah berpasang-pasangan ini adalah untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia dari masa ke masa sampai titik waktu yang telah Allah tentukan. Bila institusi pernikahan dihilangkan, bisa dipastikan bahwa mansuia telah musnah sejak ratusan abad yang silam.
Allah berfirman fankihuu, dengan kata perintah. Ini menunjukan pentingnya hakikat pernikahan bagi manusia. Jika membahayakan, tidak mungkin Allah perintahkan. Malah yang Allah larang adalah perzinaan. Walaa taqrabuzzina, dan janganlah kamu mendekati zina (Al-Israa: 32). Ini menegaskan bahwa setiap yang mendekatkan kepada perzinaan adalah haram, apalagi melakukannya. Mengapa? Sebab Allah menginginkan agar manusia hidup bahagia, aman, dan sentosa sesuai dengan fitrahnya.
Mendekati zina dengan cara apapun, adalah proses penggerogotan terhadap fitrah. Dan sudah terbukti bahwa pergaulan bebas telah melahirkan banyak bencana. Tidak saja pada hancurnya harga diri sebagai manusia, melainkan juga hancurnya kemanusiaan itu sendiri. Tidak jarang kasus seorang ibu yang membuang janinnya ke selokan, ke tong sampah, bahkan dengan sengaja membunuhnya, hanya karena merasa malu menggendong anaknya dari hasil zina.
Dalam surat Ar-Rum: 21, Allah menyebutkan pentingnya mempertahankan hakikat pernikahan dengan sederet bukti-bukti kekuasaan-Nya di alam semesta. Ini menunjukkan bahwa dengan menikah kita telah menegakkan satu sisi dari bukti kekusaan Allah swt. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah saw. lebih menguatkan makna pernikahan sebagai ibadah, “Bila seorang menikah berarti ia telah melengkapi separuh dari agamanya, maka hendaknya ia bertakwa kepada Allah pada paruh yang tersisa.” (HR. Baihaqi, hadits Hasan)
Belum lagi dari sisi ibadah sosial. Dimana sebelum menikah kita lebih sibuk dengan dirinya, tapi setelah menikah kita bisa saling melengkapi, mendidik istri dan anak. Semua itu merupakan lapangan pahala yang tak terhingga. Bahkan dengan menikah, seseorang akan lebih terjaga moralnya dari hal-hal yang mendekati perzinaan. Alquran menyebut orang yang telah menikah dengan istilah muhshan atau muhshanah (orang yang terbentengi) . Istilah ini sangat kuat dan menggambarkan bahwa kepribadian orang yang telah menikah lebih terjaga dari dosa daripada mereka yang belum menikah.
Bila ternyata pernikahan menunjukkan bukti kekuasan Allah, membantu tercapainya sifat takwa. dan menjaga diri dari tindakan amoral, maka tidak bisa dipungkiri bahwa pernikahan merupakan salah satu ibadah yang tidak kalah pahalanya dengan ibadah-ibadah lainnya. Jika ternyata Anda setiap hari bisa menegakkan ibadah shalat, dengan tenang tanpa merasa terbebani, mengapa Anda merasa berat dan selalu menunda untuk menegakkan ibadah pernikahan, wong ini ibadah dan itupun juga ibadah.
Pernikahan dan Penghasilan
Seringkali kita mendapatkan seorang jejaka yang sudah tiba waktu menikah, jika ditanya mengapa tidak menikah, ia menjawab belum mempunyai penghasilan yang cukup. Padahal waktu itu ia sudah bekerja. Bahkan ia mampu membeli motor dan HP. Tidak sedikit dari mereka yang mempunyai mobil. Setiap hari ia harus memengeluarkan biaya yang cukup besar dari penggunakan HP, motor, dan mobil tersebut. Bila setiap orang berpikir demikian apa yang akan terjadi pada kehidupan manusia?
Abu Bakar Ash-Shidiq ketika menafsirkan ayat itu berkata, “Taatilah Allah dengan menikah. Allah akan memenuhi janjinya dengan memberimu kekayaan yang cukup.” Al-Qurthubi berkata, “Ini adalah janji Allah untuk memberikan kekayaan bagi mereka yang menikah untuk mencapai ridha Allah, dan menjaga diri dari kemaksiatan.” (lihat Tafsirul Quthubi, Al Jami’ liahkamil Qur’an juz 12 hal. 160, Darul Kutubil Ilmiah, Beirut).
Rasulullah saw. pernah mendorong seorang sahabatnya dengan berkata, “Menikahlah dengan penuh keyakinan kepada Allah dan harapan akan ridhaNya, Allah pasti akan membantu dan memberkahi.” (HR. Thabarni). Dalam hadits lain disebutkan: Tiga hal yang pasti Allah bantu, di antaranya: “Orang menikah untuk menjaga diri dari kemaksiatan.” (HR. Turmudzi dan Nasa’i)
Imam Thawus pernah berkata kepada Ibrahim bin Maysarah, “Menikahlah segera, atau saya akan mengulang perkataan Umar Bin Khattab kepada Abu Zawaid: Tidak ada yang menghalangimu dari pernikahaan kecuali kelemahanmu atau perbuatan maksiat.” (lihat Siyar A’lamun Nubala’ oleh Imam Adz Dzahaby). Ini semua secara makna menguatkan pengertian ayat di atas. Di mana Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya yang bertakwa kepada Allah dengan membangun pernikahan.
Sebenarnya pernikahan bukan masalah. Menikah adalah jenjang yang harus dilalui dalam kondisi apapun dan bagaimanapun. Ia adalah sunnatullah yang tidak mungkin diganti dengan cara apapun. Bila Rasulullah menganjurkan agar berpuasa, itu hanyalah solusi sementara, ketika kondisi memang benar-benar tidak memungkinkan. Tetapi dalam kondisi normal, sebenarnya tidak ada alasan yang bisa dijadikan pijakan untuk menunda pernikahan.Amien Amien Yaa Rabbal 'Alamien.
Agar pernikahan menjadi solusi alternatif, mari kita pindah dari pengertian “pernikahan sebagai beban” ke “pernikahan sebagai ibadah”. Seperti kita merasa senang menegakkan shalat saat tiba waktunya dan menjalankan puasa saat tiba Ramadhan, kita juga seharusnya merasa senang memasuki dunia pernikahan saat tiba waktunya dengan tanpa beban. Apapun kondisi ekonomi kita, bila keharusan menikah telah tiba “jalani saja dengan jiwa tawakkal kepada Allah”. Sudah terbukti, orang-orang bisa menikah sambil mencari nafkah. Allah tidak akan pernah membiarkan hambaNya yang berjuang di jalanNya untuk membangun rumah tangga sejati.
saya juga pengen nikah....
ReplyDeletelalu kapan??...
.. kalo dibilang siyap ndak siyap .. ya belum siyap.. cuman.. harus siyap.. dan kalo ndak siyap mau kapan lagi..
cuman masalahe duwite sopo???!!???...
malah curhat...
sy doakan mas wawan mendapatkan
ReplyDeletejodohnya, truslah berdoa, dan tawakal
cari trus mas... jangan putus asa...
kalau udah dapet undang2 ya, daku menanti surat undangannya di jakarta
smua juga kpengen... jodoh kalo ga dicari ga bakalan ketemu pie, eh mas.. atau kalo emang belum ktemu juga, ikut kontak jodoh aja... mau ga? ckikikik...
ReplyDeletemencari wanita untuk dinikahi itu sulit-sulit gampang! pengennya cari wanita muslimah yg mau nurut dan sayang apa adanya ke kita sendiri, tapi sayangnya, globalisasi ini yg membutakan karakter muslimah itu sendiri yg udah terkontaminasi terhadap globalisasi..
ReplyDeletesemoga Allah memudahkan kita mendapatkan jodoh yg baik dari sikap dan perkataan serta tingkah laku....
*puasa dulu aja deh ....
menikah sebagian dari ibadah. begitu pesan ibu padaku, setiap kali kukontak dari luar negeri. tetapi apakah karena pesan itu, kita asal pilih? dilematis! nasib kita sama.
ReplyDelete*aduh..aku ketinggalan sapu tangan buat hapus air mataku. oh my gd!* pamit dulu yah?...
wahhh sama banget ma gue wan... gue juga dah pengen nikah, salah satunya krn gue pengen punya anak. Tapi apa daya... ampe skrg msh blm tau mo nikah ma sapa :D
ReplyDeletesaya juga pengen nikah..
ReplyDeletetapi kok ya belum ada yang mo ngajak nikah yak..
Betewe Pria itu seharusnya mencintai dan wanita dicintai...
Jadi jangan menunggu!!
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteHarus begitu ya? Pria yg mencintai dan wanita yg cintai? Trus prianya dicintai wanitanya ga tuh? Hehe.
ReplyDeleteApa ga lebih enak kalo saling mencintai so hidup bersama pasangan akan lebih nyaman, bisa berbagi, saling memberi dan menerima.
Btw, smua dah pengin merid, yuukk siapa yang mau denganku? Wahaha...
idealnya memang saling mencintai.Tapi harus ada keadaan yg lebih dulu terjadi kan. Ya awalnya memang lebih baik Pria yang mencintai, dan dan selanjutnya keadaan ideal, saling mencintai itu.
ReplyDeletegampangnya.lebih banyak berhasilnya jika cowok yang "ngejar" dibanding kalo cewek yang "ngejar".
Jadi ayo tentukan pilihanmu dari sekian wanita yang tersedia *disini?*..
hehhe...dan saya hanya menunggu
ndang di lamar kang, tar keburu di ambil org low he he
ReplyDelete